Hai !
Akhirnya lewat posting yang satu ini , saya bisa bercuap-cuap tanpa ada yang melarang . Hehe
Terus terang aja , Blog ini dibuat untuk kebutuhan kuliah .
Yup , ini merupakan salah satu tugas besar dari mata kuliah saya ICT .
dan benar sekali saya adalah pemula di blogger :(
Oleh karena itu , saya harus belajar dengan banyak , agar bisa memenuhi tugas besar ini.
Banyak hal yang menurut saya sulit .
Apalagi dalam hal mengingat .
Dan tugas besar ini benar-benar menguji saya untuk bisa mengingat detail dari blogger.
Ya ampun , tau ngga perasaan saya ?
Saya harus ekstra menangkap penjelasan dari dosen saya .
Terus terang , saya mengerjakan blog ini benar-benar sendiri.
Tapi Tentu saja , ada juga campur tangan dari orang-orang saya disekitar yang mengajar saya sedikit demi sedikit .
Namun , satu hal yang membuat saya merasa jenuh.
mungkin ada dari beberapa yang punya blog tapi dikerjakan oleh yang benar-benar ahlinya.
Dan itu benar-benar bukan penilaian yang real jika hanya dinilai dari tampilan blog setiap orang.
Saya bersyukur , mungkin pada saat respon nanti , semuanya akan terbukti siapa yang mengerjakan blognya dengan tangannya sendiri atau dengan tangan orang lain .
Ngga bermaksud menyinggung siapa-siapa sih , cumen sakit aja kalo dipendam.
banyak yang rela menghabiskan waktu mereka sampai tidak tidur untuk mengerjakan blog yang benar-benar merupakan hal awam bagi mereka .
Tapi bagaimana dengan mereka yang enak-enaknya ongkang2 kaki , tersenyum sombong karena dikerjakan oleh orang lain ?
Oh my god , pasti dibales sendiri deh sama allah :p
but , menurutku ..
sebagus apapun blog kamu , tapi jika kamu tidak mengerti akan ilmu-ilmu yang ada pada saat kamu mengerjakan tugas besar ini , itu sama aja BOHONG . saya sih lebih salut dengan mereka yang biarpun hasilnya pas-pasan kayak saya , mereka kerja sendiri dan benar-benar REAL .
Ada yang berpikir saya cemburu dengan yang dikerjakan oleh orang lain ?
OH TIDAK ! BUANG jauh-jauh prasangka itu .
saya hanya bercuap-cuap , mencurahkan isi hati saya demi keadilan bagi banyak orang.
Jadi saya hanya bisa tersenyum .
terima kasih yah bagi kalian yang senantiasa mengunjungi blog saya yang pas-pasan ini.
Maklumin deh baru belajar.
Bye-bye :D
About This Blog
04.11 |
Read User's Comments1
Pengertian Proteksi Radiasi
07.01 |
2.1. Pengertian Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi ini
kadang-kadang dikenal juga sebagai proteksi
radiologi ini memiliki
beberapa pengertian yaitu :
§
Proteksi radiasi adalah
perlindungan masyarakat dan lingkungan dari efek berbahaya dari radiasi
pengion , yang meliputi radiasi
partikel energi tinggi dan radiasi
elektromagn
etik.
§
Proteksi radiasi adalah suatu system
untuk mengendalikan bahaya radiasi dengan menggunakan peralatan proteksi dan
kerekayasaan yang canggih serta mengikuti peraturan proteksi yang sudah
dibakukan.
§
Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang
mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan
pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada
keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan
radiasi.
§
Proteksi Radiasi adalah suatu ilmu pengetahuan yang
berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu
diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya
akibat negatif dari radiasi pengion.
§
Menurut BAPETEN, proteksi radiasi adalah tindakan yang
dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan
bahwa proteksi radiasi adalah ilmu yang mempelajari tentang teknik yang
digunakan oleh manusia untuk melindungi dirinya, orang disekitarnya maupun
keturunannya dari paparan radiasi.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup
proteksi radiasi terutama meliputi :
1.
Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif
2. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis
radiasi yang diterima organ/ jaringan
3.
Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, dan
4. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya
untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.
2.2. Macam-macam Proteksi Radiasi
Proteksi
radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu :
§ Proteksi radiasi kerja merupakan
perlindungan pekerja.
§ Proteksi radiasi medis merupakan
perlindungan pasien dan radiografer, dan
§ Proteksi radiasi masyarakat
merupakan perlindungan individu, anggota masyarakat, dan penduduk secara
keseluruhan.
Jenis-jenis
eksposur, serta peraturan pemerintah dan batas paparan hukum yang berbeda untuk
masing-masing kelompok, sehingga masing-masing harus dipertimbangkan secara
terpisah.
2.3. Falsafah Proteksi Radiasi
Falsafah proteksi radiasi disebut juga dengan tujuan
proteksi radiasi. Tujuan dari proteksi radiasi adalah sebagai berikut :
1.
Mencegah terjadinya efek
non stokastik yang membahayakan
2.
Meminimalkan terjadinya
efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup rendah yang masih dapat diterima
oleh individu dan lingkungan di sekitarnya.
Pengalaman
telah membuktikan bahwa dengan menggunakan system pembatasan dosis terhadap
penyinaran tubuh (baik radiasi eksterna maupun internal) kemungkinan resiko
bahaya radiasi dapat diabaikan petugas proteksi radiasi dengan mengikuti peraturan
proteksi radiasi dan menggunakan peralatan proteksi yang canggih dapat
menyelamatkan pekerja radiasi dan masyarakat pada umumnya.
Prosedur
yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya radiasi adalah :
a.
Meniadakan bahaya radiasi
b.
Mengisolasi bahaya radiasi
dari manusia
c.
Mengisolasi manusia dari
bahaya radiasi
Untuk
menerapkan tiga prosedur proteksi radiasi di atas dilaksanakan oleh petugas proteksi
radiasi. Prosedur utama cukup jelas dengan mentaati dan melaksanakan peraturan
proteksi radiasi; kedua dengan merancang tempat kerja dan menggunakan peralatan
proteksi radiasi yang baik dan penahan radiasi yang memadai sehingga kondisi
kerja dan lingkungannya aman dan selamat; dan ketiga memerlukan pemonitoran dan
pengawasan secara terus menerus baik pekerja radiasi maupun lingkungannya
dengan menggunakan alat pemonitoran perorangan, pemonitoran lingkungan dan
surveimeter.
Para penguasa instalasi nuklir sesuai dengan
segala keturunan yang berlaku wajib menyusun program proteksi radiasi sejak
proses perencanaan, tahap pembangunan instalasi, dan pada tahap operasi.
Program proteksi radiasi ini dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin
kemungkinan terjadinya kecelakaan radiasi. Dalam penyusunan program ini
diperlukan adanya prinsip penerapan prinsip keselamatan radiasi dalam pengoperasian
suatu ignstalasi nuklir sesuai dengan rekomendasikan oleh Komisi Internasional
untuk Perlindungan Radiologi (ICRP).
Dalam pemanfaatan teknologi nuklir, faktor
keselamatan manusia harus mendapatkan prioritas utama. Program proteksi radiasi
bertujuan melindungi para pekerja radiasi serta masyarakat umum dari bahaya
radiasi yang ditimbulkan akibat penggunaan zat radioaktif atau sumber radiasi
lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu mendapatkan perhatian untuk mencegah
terjadinya kecelakaan radiasi sehubungan dengan pengoperasian instalasi nuklir,
yaitu :
1.
Adanya peraturan
perundangan dan standar keselamatan dalam bidang keselamatan nuklir;
2.
Pembangunan instalasi
nuklir dilengkapi dengam sarana peralatan keselamatan kerja dan sarana pendukung
lainnya yang sempurna sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan
sebelumnya, dengan memperhatikan laporan analisis keselamatan berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh
instansi yang berwenang;
3.
Tersedianya personil dengan
bekal pengetahuan memadai dan memahami sepenuhnya tentang keselamatan kerja
terhadap radiasi.
2.4. Acuan Dasar Proteksi Radiasi
Untuk mencapai tujuan program proteksi
radiasi , baik untuk pekerja radiasi maupun anggota masyarakat, diperlukan
adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan proteksi harus selalu sesuai dengan
acuan dasar tadi. Sesuai dengan rekomendasi ICRP, dalam setiap kegiatan
proteksi dikenal adanya standar dalam nilai batas dan tingkat acuan. Nilai
batas terdiri atas nilai batas dasar, nilai batas turunan dan nilai batas
ditetapkan. Sedang tingkat acuan terdiri atas tingkat pencatatan, tingkat
penyelidikan dan tingkat intervensi.
Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat
diukur secara langsung. Sedang dalam pelaksanaan program proteksi, rancangan
program pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung
dapat menunjukan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan nilai batas dosis. Untuk mencapai efisiensi dalam proteksi radiasi,
dipandang perlu untuk memperkenalkan nilai
batas turunan yang menunjukan hubungan langsung antara nilai batas dasar
dan hasil pengukuran.
Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan
dengan nilai batas dasar dengan menggunakan suatu model. Dengan demikian hasil
pengukuran yang sesuai dengan nilai batas turunan secara otomatis akan sesuai
dengan nilai batas dasar. Sedang nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur
yang ditetapkan oleh pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instalasi.
Nilai batas ditetapkan umumnya lebih rendah dari nilai batas turunan, namun ada
kemungkinan nilai keduanya adalah sama.
Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas,
tetapi dapat digunakan untuk menentukan suatu tindakan dalam suatu nilai
besaran melampaui atau diramalkan dapat melampaui tingkat acuan. Oleh sebab
itu, dalam melaksanakan program pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat
acuan. Pelaksanaan program proteksi radiasi memerlukan perencanaan yang hati-hati
dalam menentukan tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika nilai
suatu besaran mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini secara operasional akan
sangat membantu penguasa instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi
radiasi. Ada tiga tingkat acuan, yaitu :
1.
Tingkat Pencatatan, yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka
suatu hasil pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus
kurang dari 1/10 dari nilai batas dosis
ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada di bawah nilai tingkat
pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
2.
Tingkat Penyelidikan,yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka
penyebab atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat
penyelidikan harus kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.
3. Tingkat Intervensi,yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka
beberapa tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus
ditentukan sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi operasi
normal.
2.5. Asas-asas Proteksi Radiasi
Asas-asas dalam proteksi radiasi atau disebut
juga prinsip-prinsip proteksi radiasi ini terdiri atas beberapa macam yaitu
asas legislasi yang sering disebut asas justifikasi yang artinya pembenaran,
asas optimalisasi dan asas limitasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Asas legislasi atau
justifikasi yang artinya pembenaran
Penerapan
asas justifikasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar sebelum tenaga
nuklir dimanfaatkan, terlebih dahulu harus dilakukan analisis resiko manfaat.
Apabila pemanfaatan tenaga nuklir menghasilkan manfaat yang lebih besar
dibandingkan dengan resiko akibat kerugian radiasi yang mungkin ditimbulkannya,
maka kegiatan tersebut boleh dilaksanakan. Sebaliknya, apabila manfaatnya lebih
kecil dari resiko yang ditimbulkan, maka kegiatan tersebut tidak boleh
dilaksanakan. Berikut adalah contoh penerapan asas legislasi atau justifikasi
dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
§ Seorang ibu
menderita kelainan jantung tetapi ibu tersebut tidak dapat di roentgen karena
ibu tersebut sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut akan tersalurkan
ke janinnya. Maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu tersebut melahirkan.
§ Jika
seseorang pasien datang ke ruang pemeriksaan tanpa membawa rekomendasi dari
dokter maka sebagai radiografer tidak diharuskan untuk melakukan pemeriksaan
terhadap pasien tersebut.
§ Seorang
radiografer tidak boleh seenaknya menggunakan pesawat roentgen di dalam Rumah
Sakit tempat ia bekerja, misalnya dengan mengekspose binatang peliharaannya
untuk kepentingan pribadinya.
2. Asas Optimalisasi
Penerapan
asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar paparan radiasi yang
berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan
faktor ekonomi dan sosial. Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA (As Low As
Reasonably Achievable). Dalam kaitannya dengan penyusunan program proteksi
radiasi, asas optimalisasi mengandung pengertian bahwa setiap komponen dalam
program telah dipertimbangkan secara saksama, termasuk besarnya biaya yang
dapat dijangkau. Suatu program proteksi dikatakan memenuhi asas optimalisasi
apabila semua komponen dalam program tersebut disusun dan direncanakan sebaik
mungkin dengan memperhitungkan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ekonomi.
Tujuan dari
asas optimalisasi dalam proteksi radiasi adalah untuk mendapatkan hasil optimum
yang meliputi kombinasi penerimaan dosis yang rendah, baik individu maupun
kolektif, minimnya resiko dari pemaparan yang tidak dikehendaki, dan biaya
yang murah. Asas optimalisasi sangat
ditekankan oleh ICRP. Setiap kegiatan yang memerlukan tindakan proteksi,
terlebih dahulu harus dilakukan analisis optimalisasi proteksi. Penekanan ini
dimaksudkan untuk meluruskan kesalahpahaman tentang sistem pembatasan dosis
yang sebelumnya dikenal dengan konsep ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
Baik asas optimalisasi maupun ALARA keduanya sangat menekankan pada
pertimbangan faktor-faktor ekonomi dan sosial, dan tidak semata-mata menekankan
pada rendahnya penerimaan dosis oleh pekerja maupun masyarakat. Berikut adalah
contoh penerapan asas optimalisasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
§ Pada saat
mengisi kaset radiografer harus memperhatikan kaset yang akan digunakan, ukuran
film yang sesuai dan jumlah film yang dimasukkan ke dalam kaset.
§ Pada
pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x30
cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan dan
tidak merugikan pasien dalam hal ekonomi.
§ Sebelum
dilakukan pemeriksaan radiografer terlebih dahulu harus memberikan instruksi
yang jelas kepada pasien agar pengulangan foto dapat dihindari sehingga pasien
tidak mendapat dosis radiasi yang sia-sia.
3. Asas Limitasi
Penerapan
asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar dosis radiasi yang
diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi
nilai batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Yang dimaksud
Nilai Batas Dosis (NBD) ini adalah dosis radiasi yang diterima dari penyinaran
eksterna dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak tergantung pada laju
dosis. Penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan
medik dan yang berasal dari radiasi alam. NBD yang berlaku saat ini adalah 50
mSv (5000 mrem) pertahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500 mrem) per tahun
untuk anggota masyarakat. Sehubungan dengan rekomendasi IAEA agar NBD untuk
pekerja radiasi diturunkan menjadi 20 mSv (2000 mrem) per tahun untuk jangka
waktu 5 tahun (dengan catatan per tahun tidak boleh melebihi 50 mSv) dan untuk
anggota masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv (100 mrem) per tahun, maka tentunya
kita harus berhati-hati dalam mengadopsinya. Dengan menggunakan program
proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka semua kegiatan yang mengandung
resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga
nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan terlampaui. Berikut adalah contoh
penerapan asas limitasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
§ Pada saat
ingin mengekspose pasien yang perlu diperhatikan adalah jumlah radiasi yang
akan digunakan. Misalnya seorang pasien dewasa ingin memeriksakan ekstremitas
atas (antebrachi), kV yang digunakan sebesar 45. Apabila ada seorang pasien
anak-anak juga ingin memeriksakan antebrachinya maka kita sebagai radiografer
harus menurunkan kondisi yang tadi digunakan menjadi kV 40 karena dengan
kondisi tersebut sudah dapat dihasilkan gambar radiografi yang bagus karena
tebal objek sudah dapat ditembus dengan kondisi tersebut.
§ Pada
pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x30
cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan.
§ Jika
radiografer melakukan foto x-ray, untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima
oleh pasien, kita sebisa mungkin mengatur luas kolimasi sesuai dengan kebutuhan.
Sebab semakin besar kolimasi maka semakin besar pula radiasi yang diterima oleh
pasien begitupun sebaliknya.
sumber : http://ainunsofhaina.blogspot.com/2013/02/pengertian-falsafah-dan-asas-asas.html
ALAT UKUR RADIASI
13.11 |
I. Pendahuluan.
Setelah mengetahui sifat-sifat, jenis serta bagaimana cara kerja
radiasi, maka dapat disimpulkan bahwa
radiasi itu tidak dapat dilihat, dirasakan, ditangkap. hanya dengan
peralatan tertentu radiasi dapat diketahui atau dideteksi. Alat pendeteksi radiasi itu disebut detektor. Untuk
mengetahui besaran-besaran dari radiasi
diatas, detektor dirangkaikan dengan peralatan elektronik sehingga keseluruhan
peralatan dapat juga disebut alat ukur. Satuan-satuan yang diukur adalah, laju
paparan/ laju dosis, dosis total, radioaktivitas. Alat ukur dibagi menjadi dua:
1. Alat
Ukur Pasif.
Alat
ukur yang mana pembacaan hasil pengukurannya tidak dapat dibaca langsung
melainkan harus melalui proses terlebih dahulu. Contoh: Film badge, TLD badge.
2. Alat
Ukur Aktif.
Alat ukur yang dapat menunjukkan secara langsung hasil
pengukuran radiasi yang diterima. Contoh: survey meter, dosimeter saku.
Berdasarkan fungsinya
alat ukur radiasi juga dibedakan menjadi
dua yaitu:
a. Pemonitor
Perorangan.
Pemonitor perorangan adalah suatu alat yang digunakan
untuk mendeteksi radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini dapat berupa alat ukur pasif dan juga alat
ukur aktif. Pada prinsipnya jumlah
radiasi yang diterima oleh alat tersebut identik dengan jumlah radiasi yang
diterima oleh tubuh manusia.
b. Pemonitor Lingkungan.
Prinsip dasar kerja alat ukur
lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi, eksistasi dan sintilasi di
detektor dan hasil proses tersebut
dirubah menjadi pulsa-pulsa listrik yang diteruskan ke alat baca (elektronik).
Reaksi-reaksi yang terjadi apabila seberkas sinar (alpa, beta, gamma, atau
X) berinteraksi dengan medium didalam detektor.
Berkas radiasi bila
melalui suatu medium ia akan kehilangan sebagian atau seluruhnya energinya melalui proses ionisasi dan
eksitasi. Penyerapan energi tersebut diatas mempunyai hubungan linier dengan
banyaknya partikel-partikel yang datang dan prinsip inilah yang digunakan dalam
semua instrumentasi nuklir. Intrumentasi didalam fisika kesehatan harus dapat
melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur partikel, mengukur dosis akumulasi, mengukur laju
dosis, energi rendah, energi tinggi, pengukuran
tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat ukur adalah radiasi
berinteraksi dengan detektor dan response yang
ditimbulkannya sebanding dengan efek radiasi yang datang.
Tabel Efek Radiasi Yang Dipergunakan
Dalam Mendeteksi dan Mngukur Radiasi.
EFEK
|
TIPE INSTRUMEN
|
DETEKTOR
|
Elektris
Kimiawi
Cahaya
Thermoluminescence
Panas
|
1. Bilik Ionisasi
2.Penghitung Proporsional
3. Penghitung Geiger
4. Solid State
1. Film
2. Dosimeter
Kimiawi
1. Penghitung
Skintilasi
2. Penghitung
Cerenkov
Thermoluminescence
Dosimeter.
Kalorimeter
|
1. Gas.
2. Gas
3. Gas
4. Semikonduktor
1. Emulsi Fotografi
2. Padat
atau Cair.
1. Kristal atau
cair
2. Kristal atau
cair
Kristal
Padat atau cair
|
II.
DETEKTOR
a. Penghitung Partikel Berisi Gas.
Apabila detektor yang berisi gas terkena radiasi maka
akan terjadi proses ionisasi gas dalam detektor tersebut. Jika konstanta waktu
RC jauh lebih besar dari waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan semua ion
yang dihasilkan oleh lintasan partikel tunggal yang melalui detektor maka
tinggi pulsa dapat dihitung dengan rumus : V
= Q/C ; dimana:
·
V =potensial
· Q =jumlah
muatan yang dihasilkan dalam detektor
· C =Kapasitas.
· C =Kapasitas.
1. Penghitung
Bilik Ionisasi (Ionization Chamber Counter)
Ionization
chamber ialah ruangan yang tertutup yang berisi gas dimana ionisasi yang terjadi oleh radiasi
dapat dikumpulkan dan diukur. Medan listrik didalam ruangan
sensitif menarik elektron-elektron bebas
dan ion-ion positip ke elektroda-elektroda
yang berbeda dan muatan total atau arusnya dapat diukur. Seperti proses ionisasi diatas maka di dalam detektor akan terbentuk
ion-ion positif yang akan dikumpulkan oleh katoda di bagian dinding detektor
dan ion-ion negatif atau elektron yang
akan dikumpulkan oleh anoda.
Apabila variable High Voltage Power Supply kita hidupkan
mulai dari (0) maka terbentuk suatu daerah tegangan operasi yang kita namakan
daerah bilik Ionisasi (Ionization chamber Region) dimana tegangan operasi
disini dapat dinyatakan relatif rendah, tetapi sudah cukup untuk menarik
elektron-elektron yang terbentuk
dari proses ionisasi ke anoda sebelum elektron-elektron tersebut
kembali bergabung dengan ion positif
untuk membentuk atom netral.
Pergerakan elektron menuju anoda yang dikarenakan
perbedaan tegangan antara anoda dan katoda tidak memungkinkan untuk
menghasilkan proses ionisasi sekunder. Jadi jumlah elektron yang terkumpul pada
anoda merupakan proses ionisasi primer sehingga tinggi pulsa yang terbentuk
akan sebanding dengan jumlah ion primer yang dihasilkan pada proses ionisasi
primer atau dengan kata lain faktor penguatan gas pada detektor ini sama dengan
satu.
Dalam membuat ionization chamber maka pengaruh dinding -
dindingnya adalah sangat penting dan harus diketahui betul karakternya. Jika
material dari dinding ionization chamber mempunyai komposisi atom yang sama
dengan komposisi gas didalamnyamaka ionization chamber dikatakan homogen.
Jenis dinding lain yang sering dipergunakan juga ialah dinding plastik yang mempunyai komposisi atomik seperti komposisi atomik jaringan-jaringan tubuh manusia dan diisi dengan gas yang mempunyai komposisi atomik yang sama, ini disebut tissue equivalent ionization chamber. Lihat gambar yang menunjukkan tegangan kerja dari ionization chamber.
Penghitung Proporsional (Proporsional
Counter).
Kelemahan
pada sistim pengoperasian Bilik Ionisasi adalah keluaran yang dihasilkan pada
proses detektor yang relatif lemah sehingga membutuhkan Amplifikasi/ penguatan
yang besar atau tingkat kepekaan masukan yang tinggi dalam sistim penghitung.
Untuk mengatasi hal ini maka sistim Bilik Ionisasi dioperasikan sebagai
penghitung proporsional yaitu dengan menaikkan daerah tegangan kerja dari Bilik
Ionisasi.
Elektron-elektron
primer yang terbentuk dari hasil proses ionisasi dalam detektor yang
dioperasikan pada daerah tegangan kerja proporsional yang tertarik ke elektroda
positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder sehingga faktor
amplifikasi akan menjadi lebih besar dari satu yang dikarenakan bertambahnya ion
sekunder atau dengan kata lain terjadi
multiplikasi gas dalam detektor yang kita kenal dengan nama “Avalance”.
Semakin
besar tegangan kerja kita naikan maka akan makin besar juga “avalancehe”nya melalui penyebaran di
sepanjang anoda. Selain tegangan tinggi
dan detektor, amplifikasi juga tergantung pada diameter anoda. Diameter anoda
mengecil, amplifikasi akan membesar dan juga tergantung pada tekanan gas dalam
detektor.
Secara
teoritias detektor yang sama dapat
digunakan sebagai ionization counter, proportional atau geiger counter yang
hanya berbeda pada tegangan kerja,
tetapi pada kenyataannya dan karena alasan ekonomis dan praktis maka dibuat
alat ukur untuk masing-masing counter.
Proportional counter dapat dipergunakan untuk membedakan
energi partikel yang datang. Dapat digunakan untuk mengukur radiasi
Alpha dan Beta.
3. Penghitung Geiger (Geiger Counter)
Dengan
menaikkan terus tegangan tinggi sampai melewati tegangan daerah proporsional
sehingga mengakibatkan “avalanche”
merentang sepanjang anoda. Bilamana hal ini terjadi maka daerah tegangan kerja
disebut daerah GEIGER.
Pada
daerah tegangan kerja ini semua ukuran pulsa akan sama tanpa membedakan sifat
dari partikel penyebab proses ionisasi primer maka operasi pada daerah ini
tidak dapat membedakan macam radiasi dan tidak dapat untuk mengukur energi.
Efisiensi
dari detektor ini tentu tergantung pada energi dari partikel sehingga tiap
pemakai detektor counter ini harus menentukan effisiensi dari detektor tersebut
untuk berbagai energi sehingga hasil pengukuran dapat diberi interpretasi yang
tepat.
Apabila
dilihat pada grafik antara angka hitungan/
cacah vs tegangan kerja akan terjadi Plateau dengan kemiringan slope
yang positif yaitu 3 % per 100 volt.
Setelah
ion-ion negatif (elektron) ditarik ke anoda maka ion-ion positif ditarik ke
katoda. Pada waktu ion-ion positif ditarik ke katoda ion-ion tersebut menumbuk
dinding detektor sambil sebagian melepaskan energi dalam bentuk panas dan
sebagian lagi mengaktifkan atom-atom dari dinding detektor.
Pada saat atom-atom dari dinding detektor kembali ke
keadaan normal, atom-atom tersebut melepaskan energi pengaktifannya dengan
memancarkan faton-faton ultra violet dan terjadi interaksi antara faton-faton
ultra violet dengan gas sehingga kemungkinan akan menimbulkan suatu avalanche
dan dengan demikian juga akan menimbulkan suatu “Spurious Count” (hitungan/ cacahan lancung). Hitungan semacam ini
dalam sistim tersebut harus diredam/ dihilangkan dan sistim peredaman yang
disebut “QUENCHING” . Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan tegangan
pada anoda setelah suatu pulsa hingga semua ion-ion positif terkumpul pada
katoda atau secara kimiawi dengan menggunakan gas peredam diri yaitu suatu gas
yang dapat menyerap faton-faton ultra violet tanpa terjadi ionisasi misalnya
dengan memasukkan gas organik seperti alkohol atau ether.
Apabila ada dua buah partikel masuk dalam suatu
perhitungan dengan keberuntunan yang sangat cepat maka avalanche ion-ion dari
partikel pertama melumpuhkan sistim penghitung sehingga sistim penghitung tidak dapat memberikan respon pada saat
partikel kedua masuk. Untuk
mengatasi hal tersebut diperlukan suatu sistim yang disebut waktu pisah
(Resolving Time).
Pergerakan ion-ion
negatif menuju anoda sangat sepat dibanding ion-ion positif menuju ke
katoda sehingga suatu saat memungkinkan ion-ion positif membentuk suatu
selubung di sekitar anoda yang mengakibatkan penurunan intensitas medan listrik
disekitar anoda. Hal ini juga akan mengakibatkan penurunan avalanche oleh partikel penyebab
ionisasi.
Apabila
ion-ion positif selanjutnya bergerak menuju ke katoda maka intensitas medan
listrik disekitar anoda akan meningkatkan kembali hingga ketitik seperti dimana avalanche
lainnya dapat dimulai kembali. Waktu yang diperlukan untuk mencapai intensitas
medan listrik ini disebut “Dead Time” (waktu mati).
b. Penghitung
Skintilasi.
Detektor
Skintilasi merupakan suatu transduser yang merubah energi kinetik dari suatu
partikel penimbul ionisasi menjadi suatu
kilatan cahaya. Kilatan-kilatan cahaya
yang terbentuk dapat diamati secara elektronis dengan menggunakan tabung-tabung
foto multiplier dimana pulsa-pulsa keluarannya dapat diperkuat,diperbanyak,
disortir menurut ukuran dan dihitung.
Detektor skintilasi adalah detektor yang sangat baik untuk
mencari spektrum dari suatu sumber radioaktif, karena pulsa-pulsa yang dihasilkan, berbanding lurus
dengan energi partikel mula-mula.
Skintilasi banyak dipergunakan untuk mencacah radiasi gamma dan beta.
Tebel
bahan-bahan scintilasi:
BAHAN
|
DENSITAS
|
PANJANG GELOMBANG
DARI EMISI MAKSIMUM (A)
|
TINGGI
PULSA
RELATIF
|
WAKTU PELURUHAN
(DETIK)
|
Na (TI)
CsI (TI)
KI (TI)
Anthracene
Trans-Stilene
Pastik
Cairan (Toluene)
P-Terphenyl
|
3,67
4,51
3,13
1,25
1,16
-
-
1,23
|
4100
Biru
4100
4400
4100
3550 - 4500
3550 - 4500
4000
|
210
55
50
100
60
28 - 48
27 - 49
40
|
0,25
1,1
1,0
0,032
0,0064
0,003 - 0,005
0,002 - 0,008
0,005
|
c. Derektor Semikonduktor.
Detektor semikonduktor bertindak sebagai suatu bilik ionisasi padat.
Partikel penimbul ionisasi seperti Alpha, Beta dan yang lainnya berinteraksi
dengan atom-atom dalam volume sensitif dari detektor untuk menghasilkan
elektron-elektron melalui ionisasi. Pengumpulan ion-ion ini menghasilkan suatu
pulsa keluaran. Bahan semikonduktor yang biasa digunakan adalah silikon dan
germanium.
III. MONITOR PERORANGAN
a. Dosimeter Saku.
Suatu alat yang dipergunakan untuk
mengukur dosis radiasi yang berdasarkan atas prinsip respons dari instrumen
sebanding dengan energi radiasi yang diserap oleh instrumen tersebut. Biasanya
menggunakan satuan mRem atau mSv. Alat ini terdiri dari bilik ionisasi dinding
udara yang dilengkapi dengan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip
elektroskop dimana satu bagian lengannya tetap dan satu bagian lainnya dapat
bergerak bebas pada skala yang telah disiapkan pada dosimeter tersebut.
Apabila dosimeter saku “change” ini
berarti kita memberi muatan positif kutub
alat elektroskop sehingga kedua
lengan tadi akan saling tolak menolak sampai lengan yang dapat bergerak
bebas tadi menuju angka nol atau kalau kita lihat pada dosimeter berarti jarum
menunjukkan angka nol.
Gas dalam bilik ionisasi pada
dosimeter saku apabila terkena radiasi akan mengakibatkan ionisasi sehingga
terjadi ion-ion positif dan negatif dalam bilik ionisasi tersebut. Ion-ion
positif akan tertarik ke dinding dosimeter sedangkan ion negatif akan tertarik
ke kutub dari alat elektroskop dan menetralkan/ menurunkan muatan yang ada
sehingga daya tolak kedua lengan dari alat elektroskop tersebut juga semakin
lemah. Dengan melemahnya daya tolak
kedua lengan tersebut berarti lengan yang dapat bergerak bebas akan bergeser.
Pergeseran ini dalam skala pada dosimeter akan terlihat bergeser ke arah angka
maksimum. Besarnya pergeseran pada skala dosimeter ini sebanding dengan muatan
negatif yang tertarik ke kutub alat elektroskop atau dengan kata lain sebanding
dengan energi radiasi yang diberikan pada proses ionisasi.
b. Film Badge.
Suatu alat yang lazim dipergunakan
sebagai personel monitoring yang terdiri dari sebuah paket yang berisi dua
lempeng film dental ( untuk sinar-x atau gamma) atau tiga buah lempeng film dental (untuk sinar - x dan gamma, netron) yang dibungkus dalam suatu
kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah plastik atau logam yang
sesuai. Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang
sensitif dan yang satu lagi emulsi yang kurang sensitif.
Proses yang terjadi pada pemonitor
perorangan yang mempergunakan film ini sama dengan proses yang terjadi pada
waktu melakukan radiografi pada bidang medis.
Prinsip dasar yang terjadi pada film
badge adalah adanya kehitam-hitaman pada film. Kehitam-hitaman film tersebut
yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan atau diplot pada grafik
standar antara kerapatan dengan dosis. Pada umumnya minimum pencacahan hanya dapat
dicapai pada dosis 0,1 mSv (10 mRem) hal ini diakibatkan pada kemampuan alat
baca atau alat cacah yang dipergunakan pada laboratorium-laboratorium proses
film badge.
Pengukuran dosis pda film badge
didasarkan pada fakta bahwa radiasi pengion akan menyinari perak bromida yang
terdapat pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan kehitaman pada film
tersebut. Tingkat kehitaman yang juga disebut sebagai densitas optis dari film
tersebut secara tepat dapat diukur dengan menggunakan densitometer fotolistrik
yang pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya yang
dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari film yang terkena
radiasi secara kualitatif berhubungan dengan besarnya penyinaran radiasi.
Dengan perbandingan densitas optis
dari film yang dikenakan oleh seseorang yang terkena radiasi terhadap densitas
film yang terkena radiasi dengan jumlah yang telah diketahui, maka penyinaran
terhadap film yang dikenakan oleh seseorang tersebut dapat ditentukan.
Karena adanya variasi kecil dalam
emulsi yang mempengaruhi respon kuantitatifnya terhadap radiasi maka dalam hal
ini satu film dalam setiap kelompoknya perlu dikalibrasi.
c. Efek Fotografis pada Film.
Pengaruh radiasi pengion pada film
fotografis adalah sama dengan pengaruh cahaya tampak pada film fotografi. Film
fotografi terdiri dari reaksi kristal
AgBr. Penyerapan energi pada butir-butir AgBr menghasilkan gumpalan-gumpalan
kecil logam perak yang dikatakan sebagai
bayangan laten.
Setelah melalui suatu pencucian
(proses) maka akan tampak adanya perubahan kehitam-hitaman pada film yang
kemudian dinyatakan sebagai perbedaan kerapatan (density). Setelah dilakukan
pembacaan density dengan alat pembacanya, maka hasil pembacaan tersebut diplot
pada grafik standar sehingga bisa ditentukan besarnya dosis yang diterima film.
Pada umumnya sebelum sejumlah film
dikirim kepada pemakai satu atau dua film diambil dipergunakan untuk membuat
grafik dengan cara menyinari film tersebut dan membaca density kemudian
tergambarlah suatu grafik standard. Sering terjadi adanya penyimpangan antara penyinaran dan
pembacaan film yang telah disinari, hal itu disebabkan antara lain:
1. Batas kemampuan terendah untuk mendeteksi suatu
radiasi dosis rendah. Pengukuran menjadi kurang akurat, batas minimum 0,1 Sv (10
mRem) kemungkinan yang diterima lebih rendah dari 0,1 mSv (10 mrem).
2. Kesalahan bacaan
yang berhubungan dengan energi.
Kesalahan dapat
timbul sebesar 10 - 20 % apabila film tidak dipergunakan pada batas jangkauan
energi yang telah ditentukan. Dapat juga terjadi energi radiasi yang tidak
tepat jatuh pada daerah kompensasi pada film, kemungkinan yang mencapai daerah
tersebut hanya hamburannya saja, sehingga kesalahan baca dapat sangat besar.
3.
Kesalahan
yang disebabkan oleh adanya pengukuran bayangan laten antara penyinaran dengan
pencucian (proses). Peningkatan bayangan putih emulsi dari film cepat dapat
sebagai penyebab utama suatu kesalahan . tergantung pada tipe dari emulsi
film (cepat atau lambat) kondisi lingkungan, waktu pemakaian.
4. Kesalahan
pada waktu pengukuran kerapatan.
5. Kesalahan pada waktu pencucian (proses) film.
Pada waktu pembuatan grafis standar dengan
pencucian film keadaan bahan pencuci (developer) sudah berbeda atau bahan sudah
mengalami penggantian. Perbedaan waktu pencucian selama 4 menit dapat
menyebabkan kesalahan sebesar 10 - 25 % perbedaan suhu 1° c, kesalahan mendeteksi 10 %.
6. Kesalahan yang disebabkan oleh kalibrasi.
Kesalahan dapat mencapai kurang lebih 5
%.
7. Kesalahan yang disebabkan oleh temperatur pada
sensitivitas fitografik.
Sensitivitas emulsi film
terhadap sinar-x bertambah secara linear dengan temperatur, kenaikan temperatur
, dengan fluktuasi yang cukup besar pada
pemakaian yang digunakan akan berpengaruh. Umum terjadi pada para pekerja di
alam tropik yang bekerja diluar ruangan pada siang hari, dekat pemanas.
Pengaruh panas pada film
baik sebelum dan sesudah penyinaran dapat mengubah pemutihan (fogging) dan
adanya kehitaman.
d. TLD BADGE (Thermoluminescence Dosimeter)
Beberapa kristal termasuk CaF2
yang menggunakan Mn sebagai pencemar (impuritas) dan LiF, memancarkan
cahaya apabila kristal-kristal tersebut
dipanaskan setelah dikenai radiasi. Kristal-kristal tersebut dinamakan kristal
termoluminesens (kristal pendar panas).
Penyerapan energi radiasi oleh
kristal mengakibatkan timbulnya atom-atom dalam kristal sehingga menghasilkan
elektron-elektron dan lubang-lubang bebas dalam kristal pendar panas.
Elektron-elektron ini ditangkap oleh pemancar dalam kisi-kisi kristalin
sehingga dapat menghalangi timbulnya energi dalam kristal tersebut.
Kristal-kristal yang dipanaskan melepaskan energi yang ditimbulkan sebagai
cahaya. Pengukuran keluaran cahaya bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu
dimana keluaran cahaya maksimum terjadi merupakan suatu ukuran energi pengikat
elektron pada lobang didalam tangkapan tersebut. Jumlah cahaya yang diukur
sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding
dengan energi yang diserap dari radiasi pengion.
Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat pemanasan kristal pendar
panas secara langsung sebanding dengan dosis radiasi yang diserap oleh
kristal tersebut.
SUMBER : http://terasradiologi.blogspot.com/2012/06/alat-ukur-radiasi.html
Langganan:
Komentar (Atom)





