Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Pengertian Proteksi Radiasi

2.1.       Pengertian Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi atau keselamatan radiasi ini kadang-kadang dikenal juga sebagai proteksi radiologi ini memiliki beberapa pengertian yaitu :
§  Proteksi radiasi adalah perlindungan masyarakat dan lingkungan dari efek berbahaya dari radiasi pengion , yang meliputi radiasi partikel energi tinggi dan radiasi elektromagn
etik.
§  Proteksi radiasi adalah suatu system untuk mengendalikan bahaya radiasi dengan menggunakan peralatan proteksi dan kerekayasaan yang canggih serta mengikuti peraturan proteksi yang sudah dibakukan.
§  Proteksi radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi.
§  Proteksi Radiasi adalah suatu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion.
§  Menurut BAPETEN, proteksi radiasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi pengaruh radiasi yang merusak akibat paparan radiasi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa proteksi radiasi adalah ilmu yang mempelajari tentang teknik yang digunakan oleh manusia untuk melindungi dirinya, orang disekitarnya maupun keturunannya dari paparan radiasi.
Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi terutama meliputi :
1.    Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif
2.  Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi yang diterima organ/ jaringan
3.    Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, dan
4.   Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.
2.2.       Macam-macam Proteksi Radiasi
Proteksi radiasi dapat dibagi menjadi beberapa macam yaitu :
§  Proteksi radiasi kerja merupakan perlindungan pekerja.
§  Proteksi radiasi medis merupakan perlindungan pasien dan radiografer, dan
§ Proteksi radiasi masyarakat merupakan perlindungan individu, anggota masyarakat, dan penduduk secara keseluruhan.
Jenis-jenis eksposur, serta peraturan pemerintah dan batas paparan hukum yang berbeda untuk masing-masing kelompok, sehingga masing-masing harus dipertimbangkan secara terpisah.
2.3.       Falsafah Proteksi Radiasi
Falsafah proteksi radiasi disebut juga dengan tujuan proteksi radiasi. Tujuan dari proteksi radiasi adalah sebagai berikut :
1.    Mencegah terjadinya efek non stokastik yang membahayakan
2.    Meminimalkan terjadinya efek stokastik hingga ke tingkat yang cukup rendah yang masih dapat diterima oleh individu dan lingkungan di sekitarnya.
Pengalaman telah membuktikan bahwa dengan menggunakan system pembatasan dosis terhadap penyinaran tubuh (baik radiasi eksterna maupun internal) kemungkinan resiko bahaya radiasi dapat diabaikan petugas proteksi radiasi dengan mengikuti peraturan proteksi radiasi dan menggunakan peralatan proteksi yang canggih dapat menyelamatkan pekerja radiasi dan masyarakat pada umumnya.
Prosedur yang biasa dipakai untuk mencegah dan mengendalikan bahaya radiasi adalah :
a.    Meniadakan bahaya radiasi
b.    Mengisolasi bahaya radiasi dari manusia
c.    Mengisolasi manusia dari bahaya radiasi
Untuk menerapkan tiga prosedur proteksi radiasi di atas dilaksanakan oleh petugas proteksi radiasi. Prosedur utama cukup jelas dengan mentaati dan melaksanakan peraturan proteksi radiasi; kedua dengan merancang tempat kerja dan menggunakan peralatan proteksi radiasi yang baik dan penahan radiasi yang memadai sehingga kondisi kerja dan lingkungannya aman dan selamat; dan ketiga memerlukan pemonitoran dan pengawasan secara terus menerus baik pekerja radiasi maupun lingkungannya dengan menggunakan alat pemonitoran perorangan, pemonitoran lingkungan dan surveimeter.
Para penguasa instalasi nuklir sesuai dengan segala keturunan yang berlaku wajib menyusun program proteksi radiasi sejak proses perencanaan, tahap pembangunan instalasi, dan pada tahap operasi. Program proteksi radiasi ini dimaksudkan untuk menekan serendah mungkin kemungkinan terjadinya kecelakaan radiasi. Dalam penyusunan program ini diperlukan adanya prinsip penerapan prinsip keselamatan radiasi dalam pengoperasian suatu ignstalasi nuklir sesuai dengan rekomendasikan oleh Komisi Internasional untuk Perlindungan Radiologi (ICRP).
Dalam pemanfaatan teknologi nuklir, faktor keselamatan manusia harus mendapatkan prioritas utama. Program proteksi radiasi bertujuan melindungi para pekerja radiasi serta masyarakat umum dari bahaya radiasi yang ditimbulkan akibat penggunaan zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya. Ada tiga hal penting yang perlu mendapatkan perhatian untuk mencegah terjadinya kecelakaan radiasi sehubungan dengan pengoperasian instalasi nuklir, yaitu :
1.    Adanya peraturan perundangan dan standar keselamatan dalam bidang keselamatan nuklir;
2.    Pembangunan instalasi nuklir dilengkapi dengam sarana peralatan keselamatan kerja dan sarana pendukung lainnya yang sempurna sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan memperhatikan laporan analisis keselamatan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang;
3.    Tersedianya personil dengan bekal pengetahuan memadai dan memahami sepenuhnya tentang keselamatan kerja terhadap radiasi.
2.4.       Acuan Dasar Proteksi Radiasi
Untuk mencapai tujuan program proteksi radiasi , baik untuk pekerja radiasi maupun anggota masyarakat, diperlukan adanya acuan dasar sehingga setiap kegiatan proteksi harus selalu sesuai dengan acuan dasar tadi. Sesuai dengan rekomendasi ICRP, dalam setiap kegiatan proteksi dikenal adanya standar dalam nilai batas dan tingkat acuan. Nilai batas terdiri atas nilai batas dasar, nilai batas turunan dan nilai batas ditetapkan. Sedang tingkat acuan terdiri atas tingkat pencatatan, tingkat penyelidikan dan tingkat intervensi.
Nilai batas dasar untuk tujuan proteksi radiasi tidak dapat diukur secara langsung. Sedang dalam pelaksanaan program proteksi, rancangan program pemantauan radiasi memerlukan metode interpretasi untuk secara langsung dapat menunjukan bahwa hasil pemantauan itu sesuai dengan nilai batas dosis. Untuk mencapai efisiensi dalam proteksi radiasi, dipandang perlu untuk memperkenalkan nilai batas turunan yang menunjukan hubungan langsung antara nilai batas dasar dan hasil pengukuran.
Nilai batas turunan adalah besaran terukur yang dapat dihubungkan dengan nilai batas dasar dengan menggunakan suatu model. Dengan demikian hasil pengukuran yang sesuai dengan nilai batas turunan secara otomatis akan sesuai dengan nilai batas dasar. Sedang nilai batas ditetapkan adalah besaran terukur yang ditetapkan oleh pemerintah maupun peraturan lokal pada suatu instalasi. Nilai batas ditetapkan umumnya lebih rendah dari nilai batas turunan, namun ada kemungkinan nilai keduanya adalah sama.
Tingkat acuan bukan merupakan nilai batas, tetapi dapat digunakan untuk menentukan suatu tindakan dalam suatu nilai besaran melampaui atau diramalkan dapat melampaui tingkat acuan. Oleh sebab itu, dalam melaksanakan program pemantauan radiasi perlu menggunakan tingkat acuan. Pelaksanaan program proteksi radiasi memerlukan perencanaan yang hati-hati dalam menentukan tingkat acuan dan tindakan nyata yang perlu diambil jika nilai suatu besaran mencapai nilai acuan. Tingkat acuan ini secara operasional akan sangat membantu penguasa instalasi atom dalam upaya mencapai tujuan proteksi radiasi. Ada tiga tingkat acuan, yaitu :
1.    Tingkat Pencatatan, yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka suatu hasil pengukuran harus dicatat. Nilai dari tingkat pencatatan harus kurang dari 1/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan. Hasil pengukuran yang berada di bawah nilai tingkat pencatatan tidak perlu proses lebih lanjut.
2.    Tingkat Penyelidikan,yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka penyebab atau implikasi suatu hasil pengukuran harus diselidiki. Tingkat penyelidikan harus kurang dari 3/10 dari nilai batas dosis ekuivalen tahunan.
3. Tingkat Intervensi,yaitu suatu tingkat yang jika dilampaui maka beberapa tindakan penanggulangan harus diambil. Tingkat intervensi harus ditentukan sehingga tindakan penanggulangan tidak mempengaruhi kondisi operasi normal.
2.5.       Asas-asas Proteksi Radiasi
Asas-asas dalam proteksi radiasi atau disebut juga prinsip-prinsip proteksi radiasi ini terdiri atas beberapa macam yaitu asas legislasi yang sering disebut asas justifikasi yang artinya pembenaran, asas optimalisasi dan asas limitasi. Penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.    Asas legislasi atau justifikasi yang artinya pembenaran
Penerapan asas justifikasi dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar sebelum tenaga nuklir dimanfaatkan, terlebih dahulu harus dilakukan analisis resiko manfaat. Apabila pemanfaatan tenaga nuklir menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan resiko akibat kerugian radiasi yang mungkin ditimbulkannya, maka kegiatan tersebut boleh dilaksanakan. Sebaliknya, apabila manfaatnya lebih kecil dari resiko yang ditimbulkan, maka kegiatan tersebut tidak boleh dilaksanakan. Berikut adalah contoh penerapan asas legislasi atau justifikasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
§  Seorang ibu menderita kelainan jantung tetapi ibu tersebut tidak dapat di roentgen karena ibu tersebut sedang hamil. Karena ditakutkan radiasi tersebut akan tersalurkan ke janinnya. Maka pemotretan akan dilakukan setelah ibu tersebut melahirkan.
§  Jika seseorang pasien datang ke ruang pemeriksaan tanpa membawa rekomendasi dari dokter maka sebagai radiografer tidak diharuskan untuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien tersebut.
§  Seorang radiografer tidak boleh seenaknya menggunakan pesawat roentgen di dalam Rumah Sakit tempat ia bekerja, misalnya dengan mengekspose binatang peliharaannya untuk kepentingan pribadinya.
2.    Asas Optimalisasi
Penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Dalam kaitannya dengan penyusunan program proteksi radiasi, asas optimalisasi mengandung pengertian bahwa setiap komponen dalam program telah dipertimbangkan secara saksama, termasuk besarnya biaya yang dapat dijangkau. Suatu program proteksi dikatakan memenuhi asas optimalisasi apabila semua komponen dalam program tersebut disusun dan direncanakan sebaik mungkin dengan memperhitungkan biaya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi.
Tujuan dari asas optimalisasi dalam proteksi radiasi adalah untuk mendapatkan hasil optimum yang meliputi kombinasi penerimaan dosis yang rendah, baik individu maupun kolektif, minimnya resiko dari pemaparan yang tidak dikehendaki, dan biaya yang  murah. Asas optimalisasi sangat ditekankan oleh ICRP. Setiap kegiatan yang memerlukan tindakan proteksi, terlebih dahulu harus dilakukan analisis optimalisasi proteksi. Penekanan ini dimaksudkan untuk meluruskan kesalahpahaman tentang sistem pembatasan dosis yang sebelumnya dikenal dengan konsep ALARA (As Low As Reasonably Achievable). Baik asas optimalisasi maupun ALARA keduanya sangat menekankan pada pertimbangan faktor-faktor ekonomi dan sosial, dan tidak semata-mata menekankan pada rendahnya penerimaan dosis oleh pekerja maupun masyarakat. Berikut adalah contoh penerapan asas optimalisasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
§  Pada saat mengisi kaset radiografer harus memperhatikan kaset yang akan digunakan, ukuran film yang sesuai dan jumlah film yang dimasukkan ke dalam kaset.
§  Pada pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan dan tidak merugikan pasien dalam hal ekonomi.
§  Sebelum dilakukan pemeriksaan radiografer terlebih dahulu harus memberikan instruksi yang jelas kepada pasien agar pengulangan foto dapat dihindari sehingga pasien tidak mendapat dosis radiasi yang sia-sia.
3.    Asas Limitasi
Penerapan asas ini dalam pemanfaatan tenaga nuklir menuntut agar dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang telah ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Yang dimaksud Nilai Batas Dosis (NBD) ini adalah dosis radiasi yang diterima dari penyinaran eksterna dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak tergantung pada laju dosis. Penetapan NBD ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam. NBD yang berlaku saat ini adalah 50 mSv (5000 mrem) pertahun untuk pekerja radiasi dan 5 mSv (500 mrem) per tahun untuk anggota masyarakat. Sehubungan dengan rekomendasi IAEA agar NBD untuk pekerja radiasi diturunkan menjadi 20 mSv (2000 mrem) per tahun untuk jangka waktu 5 tahun (dengan catatan per tahun tidak boleh melebihi 50 mSv) dan untuk anggota masyarakat diturunkan menjadi 1 mSv (100 mrem) per tahun, maka tentunya kita harus berhati-hati dalam mengadopsinya. Dengan menggunakan program proteksi radiasi yang disusun secara baik, maka semua kegiatan yang mengandung resiko paparan radiasi cukup tinggi dapat ditangani sedemikian rupa sehingga nilai batas dosis yang ditetapkan tidak akan terlampaui. Berikut adalah contoh penerapan asas limitasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
§  Pada saat ingin mengekspose pasien yang perlu diperhatikan adalah jumlah radiasi yang akan digunakan. Misalnya seorang pasien dewasa ingin memeriksakan ekstremitas atas (antebrachi), kV yang digunakan sebesar 45. Apabila ada seorang pasien anak-anak juga ingin memeriksakan antebrachinya maka kita sebagai radiografer harus menurunkan kondisi yang tadi digunakan menjadi kV 40 karena dengan kondisi tersebut sudah dapat dihasilkan gambar radiografi yang bagus karena tebal objek sudah dapat ditembus dengan kondisi tersebut.
§  Pada pemeriksaan Thorax untuk bayi sebaiknya menggunakan film 18x24 cm atau 24x30 cm. Hal ini dimaksudkan agar dosis yang diterima pasien dapat diminimalkan.
§  Jika radiografer melakukan foto x-ray, untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima oleh pasien, kita sebisa mungkin mengatur luas kolimasi sesuai dengan kebutuhan. Sebab semakin besar kolimasi maka semakin besar pula radiasi yang diterima oleh pasien begitupun sebaliknya.
sumber : http://ainunsofhaina.blogspot.com/2013/02/pengertian-falsafah-dan-asas-asas.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ALAT UKUR RADIASI

I.    Pendahuluan.

Setelah mengetahui  sifat-sifat, jenis serta bagaimana cara kerja radiasi, maka dapat disimpulkan bahwa  radiasi itu tidak dapat dilihat, dirasakan, ditangkap. hanya dengan peralatan tertentu radiasi dapat diketahui atau dideteksi. Alat pendeteksi  radiasi itu disebut detektor. Untuk mengetahui  besaran-besaran dari radiasi diatas, detektor dirangkaikan dengan peralatan elektronik sehingga keseluruhan peralatan dapat juga disebut alat ukur. Satuan-satuan yang diukur adalah, laju paparan/ laju dosis, dosis total, radioaktivitas. Alat ukur dibagi menjadi dua:



1.    Alat Ukur Pasif.

Alat ukur yang mana pembacaan hasil pengukurannya tidak dapat dibaca langsung melainkan harus melalui proses terlebih dahulu. Contoh: Film badge,  TLD badge.



2.    Alat Ukur Aktif.

Alat ukur yang dapat menunjukkan secara langsung hasil pengukuran radiasi yang diterima. Contoh: survey meter, dosimeter saku.

Berdasarkan fungsinya alat ukur radiasi juga dibedakan menjadi 

dua yaitu:

a.    Pemonitor Perorangan.

Pemonitor perorangan adalah suatu alat yang digunakan untuk mendeteksi radiasi yang diterima oleh tubuh manusia. Alat yang digunakan disini  dapat berupa alat ukur pasif dan juga alat ukur aktif. Pada prinsipnya  jumlah radiasi yang diterima oleh alat tersebut identik dengan jumlah radiasi yang diterima oleh tubuh manusia.

b.    Pemonitor Lingkungan.

Prinsip dasar kerja alat ukur lingkungan ini adalah adanya proses ionisasi, eksistasi dan sintilasi di detektor dan hasil proses  tersebut dirubah menjadi pulsa-pulsa listrik yang diteruskan ke alat baca (elektronik). Reaksi-reaksi yang terjadi apabila seberkas sinar (alpa, beta, gamma, atau X)  berinteraksi dengan  medium didalam detektor.

Berkas radiasi bila melalui suatu medium ia akan kehilangan sebagian atau seluruhnya  energinya melalui proses ionisasi dan eksitasi. Penyerapan energi tersebut diatas mempunyai hubungan linier dengan banyaknya partikel-partikel yang datang dan prinsip inilah yang digunakan dalam semua instrumentasi nuklir. Intrumentasi didalam fisika kesehatan harus dapat melayani berbagai macam kegunaan, misalnya mengukur partikel,  mengukur dosis akumulasi, mengukur laju dosis, energi rendah, energi tinggi,  pengukuran tanpa adanya pengaruh energi. Prinsip kerja dari alat ukur adalah radiasi berinteraksi dengan detektor dan response yang  ditimbulkannya sebanding dengan efek radiasi yang datang.

       





Tabel Efek Radiasi Yang Dipergunakan Dalam Mendeteksi dan Mngukur Radiasi.




EFEK

TIPE INSTRUMEN

DETEKTOR


Elektris




Kimiawi


Cahaya


Thermoluminescence


Panas

1. Bilik Ionisasi
2.Penghitung Proporsional
3. Penghitung Geiger
4. Solid State

1. Film
2. Dosimeter Kimiawi

1. Penghitung Skintilasi
2. Penghitung Cerenkov

Thermoluminescence
Dosimeter.

Kalorimeter

1. Gas.
2. Gas
3. Gas
4. Semikonduktor

1. Emulsi Fotografi
2. Padat atau  Cair.

1. Kristal atau cair
2. Kristal atau cair

Kristal


Padat atau cair






II.        DETEKTOR

a.    Penghitung Partikel Berisi Gas.

Apabila detektor yang berisi gas terkena radiasi maka akan terjadi proses ionisasi gas dalam detektor tersebut. Jika konstanta waktu RC jauh lebih besar dari waktu yang diperlukan untuk mengumpulkan semua ion yang dihasilkan oleh lintasan partikel tunggal yang melalui detektor maka tinggi pulsa dapat dihitung dengan rumus : V  = Q/C ;  dimana:

·     V  =potensial

·     Q  =jumlah muatan yang dihasilkan dalam detektor 
·     C  =Kapasitas.

 

1.    Penghitung Bilik Ionisasi (Ionization Chamber Counter)

Ionization chamber ialah ruangan yang tertutup yang berisi gas  dimana ionisasi yang terjadi oleh radiasi dapat dikumpulkan dan diukur. Medan listrik didalam ruangan sensitif menarik elektron-elektron  bebas dan ion-ion positip ke elektroda-elektroda  yang berbeda dan muatan total atau arusnya dapat diukur.    Seperti proses ionisasi  diatas maka di dalam detektor akan terbentuk ion-ion positif yang akan dikumpulkan oleh katoda di bagian dinding detektor dan ion-ion negatif atau elektron  yang akan dikumpulkan oleh anoda.

Apabila variable High Voltage Power Supply kita hidupkan mulai dari (0) maka terbentuk suatu daerah tegangan operasi yang kita namakan daerah bilik Ionisasi (Ionization chamber Region) dimana tegangan operasi disini dapat dinyatakan relatif rendah, tetapi sudah cukup untuk menarik elektron-elektron  yang terbentuk dari  proses ionisasi  ke anoda sebelum elektron-elektron tersebut kembali bergabung  dengan ion positif untuk membentuk  atom netral.

Pergerakan elektron menuju anoda yang dikarenakan perbedaan tegangan antara anoda dan katoda tidak memungkinkan untuk menghasilkan proses ionisasi sekunder. Jadi jumlah elektron yang terkumpul pada anoda merupakan proses ionisasi primer sehingga tinggi pulsa yang terbentuk akan sebanding dengan jumlah ion primer yang dihasilkan pada proses ionisasi primer atau dengan kata lain faktor penguatan gas pada detektor ini sama dengan satu.

Dalam membuat ionization chamber maka pengaruh dinding - dindingnya adalah sangat penting dan harus diketahui betul karakternya. Jika material dari dinding ionization chamber mempunyai komposisi atom yang sama dengan komposisi gas didalamnyamaka ionization chamber dikatakan homogen.



Jenis dinding lain yang sering dipergunakan juga ialah dinding plastik yang mempunyai komposisi atomik seperti komposisi atomik jaringan-jaringan tubuh manusia dan diisi dengan gas yang mempunyai komposisi atomik yang sama, ini disebut tissue equivalent ionization chamber. Lihat gambar yang menunjukkan tegangan kerja dari ionization chamber.

Kelemahan untuk mengoperasikan ionization chamber adalah pulsa yang terlalu kecil dan memerlukan penguatan yang besar serta sensitivitas masukan yang tinggi pada pencacah karena jumlah total dari arus atau muatan total merupakan parameter yang diukur. Karena satuan roentgen didefinisikan dalam udara maka alat ini dapat dipakai untuk mengukur dosis radiasi. Dalam digunakan untuk mengukur radiasi Alpha, Beta  dan Gamma.













 








                                                           

Penghitung Proporsional (Proporsional Counter).

Kelemahan pada sistim pengoperasian Bilik Ionisasi adalah keluaran yang dihasilkan pada proses detektor yang relatif lemah sehingga membutuhkan Amplifikasi/ penguatan yang besar atau tingkat kepekaan masukan yang tinggi dalam sistim penghitung. Untuk mengatasi hal ini maka sistim Bilik Ionisasi dioperasikan sebagai penghitung proporsional yaitu dengan menaikkan daerah tegangan kerja dari Bilik Ionisasi.

Elektron-elektron primer yang terbentuk dari hasil proses ionisasi dalam detektor yang dioperasikan pada daerah tegangan kerja proporsional yang tertarik ke elektroda positif dan negatif akan mengakibatkan proses ionisasi sekunder sehingga faktor amplifikasi akan menjadi lebih besar dari satu yang dikarenakan bertambahnya ion sekunder atau dengan kata lain terjadi  multiplikasi gas dalam detektor yang kita kenal dengan nama “Avalance”.

Semakin besar tegangan kerja kita naikan maka akan makin besar juga  “avalancehe”nya melalui penyebaran di sepanjang anoda.  Selain tegangan tinggi dan detektor, amplifikasi juga tergantung pada diameter anoda. Diameter anoda mengecil, amplifikasi akan membesar dan juga tergantung pada tekanan gas dalam detektor.

Secara teoritias detektor yang sama  dapat digunakan sebagai ionization counter, proportional atau geiger counter yang hanya  berbeda pada tegangan kerja, tetapi pada kenyataannya dan karena alasan ekonomis dan praktis maka dibuat alat ukur untuk masing-masing counter.  Proportional counter dapat dipergunakan untuk  membedakan  energi partikel yang datang. Dapat digunakan untuk mengukur radiasi Alpha dan Beta.

   

3.       Penghitung Geiger (Geiger Counter)

Dengan menaikkan terus tegangan tinggi sampai melewati tegangan daerah proporsional sehingga mengakibatkan “avalanche” merentang sepanjang anoda. Bilamana hal ini terjadi maka daerah tegangan kerja disebut daerah GEIGER.

Pada daerah tegangan kerja ini semua ukuran pulsa akan sama tanpa membedakan sifat dari partikel penyebab proses ionisasi primer maka operasi pada daerah ini tidak dapat membedakan macam radiasi dan tidak dapat untuk mengukur energi.

Efisiensi dari detektor ini tentu tergantung pada energi dari partikel sehingga tiap pemakai detektor counter ini harus menentukan effisiensi dari detektor tersebut untuk berbagai energi sehingga hasil pengukuran dapat diberi interpretasi yang tepat.

Apabila dilihat pada grafik antara angka hitungan/  cacah vs tegangan kerja akan terjadi Plateau dengan kemiringan slope yang positif yaitu 3 % per 100 volt.

Setelah ion-ion negatif (elektron) ditarik ke anoda maka ion-ion positif ditarik ke katoda. Pada waktu ion-ion positif ditarik ke katoda ion-ion tersebut menumbuk dinding detektor sambil sebagian melepaskan energi dalam bentuk panas dan sebagian lagi mengaktifkan atom-atom dari dinding detektor.

Pada saat atom-atom dari dinding detektor kembali ke keadaan normal, atom-atom tersebut melepaskan energi pengaktifannya dengan memancarkan faton-faton ultra violet dan terjadi interaksi antara faton-faton ultra violet dengan gas sehingga kemungkinan akan menimbulkan suatu avalanche dan dengan demikian juga akan menimbulkan suatu “Spurious Count” (hitungan/ cacahan lancung). Hitungan semacam ini dalam sistim tersebut harus diredam/ dihilangkan dan sistim peredaman yang disebut “QUENCHING” . Hal ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan tegangan pada anoda setelah suatu pulsa hingga semua ion-ion positif terkumpul pada katoda atau secara kimiawi dengan menggunakan gas peredam diri yaitu suatu gas yang dapat menyerap faton-faton ultra violet tanpa terjadi ionisasi misalnya dengan memasukkan gas organik seperti alkohol atau ether.

Apabila ada dua buah partikel masuk dalam suatu perhitungan dengan keberuntunan yang sangat cepat maka avalanche ion-ion dari partikel pertama melumpuhkan sistim penghitung sehingga sistim penghitung  tidak dapat memberikan respon pada saat partikel kedua masuk. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu sistim yang disebut waktu pisah (Resolving Time).

Pergerakan ion-ion  negatif menuju anoda sangat sepat dibanding ion-ion positif menuju ke katoda sehingga suatu saat memungkinkan ion-ion positif membentuk suatu selubung di sekitar anoda yang mengakibatkan penurunan intensitas medan listrik disekitar anoda. Hal ini juga akan mengakibatkan  penurunan avalanche oleh partikel penyebab ionisasi.

Apabila ion-ion positif selanjutnya bergerak menuju ke katoda maka intensitas medan listrik disekitar anoda akan meningkatkan kembali  hingga ketitik seperti dimana avalanche lainnya dapat dimulai kembali. Waktu yang diperlukan untuk mencapai intensitas medan listrik ini disebut  “Dead Time” (waktu mati).




b.    Penghitung Skintilasi.

Detektor Skintilasi merupakan suatu transduser yang merubah energi kinetik dari suatu partikel  penimbul ionisasi menjadi suatu kilatan cahaya.  Kilatan-kilatan cahaya yang terbentuk dapat diamati secara elektronis dengan menggunakan tabung-tabung foto multiplier dimana pulsa-pulsa keluarannya dapat diperkuat,diperbanyak, disortir menurut ukuran dan dihitung.

Detektor skintilasi adalah detektor yang sangat baik untuk mencari spektrum dari suatu sumber radioaktif, karena  pulsa-pulsa yang dihasilkan, berbanding lurus dengan energi partikel mula-mula.  Skintilasi banyak dipergunakan untuk mencacah radiasi gamma dan beta.



        Tebel bahan-bahan scintilasi:


BAHAN

DENSITAS
PANJANG GELOMBANG
DARI EMISI MAKSIMUM (A)
TINGGI
 PULSA
RELATIF
WAKTU PELURUHAN
(DETIK)
Na (TI)
CsI (TI)
KI (TI)
Anthracene
Trans-Stilene
Pastik
Cairan (Toluene)
P-Terphenyl
3,67
4,51
3,13
1,25
1,16
-
-
1,23
4100
Biru
4100
4400
4100
3550 - 4500
3550 - 4500
4000
210
55
50
100
60
28 - 48
27 - 49
40
0,25
1,1
1,0
0,032
0,0064
0,003 - 0,005
0,002 - 0,008
0,005





c.      Derektor Semikonduktor.

Detektor semikonduktor  bertindak sebagai suatu bilik ionisasi padat. Partikel penimbul ionisasi seperti Alpha, Beta dan yang lainnya berinteraksi dengan atom-atom dalam volume sensitif dari detektor untuk menghasilkan elektron-elektron melalui ionisasi. Pengumpulan ion-ion ini menghasilkan suatu pulsa keluaran. Bahan semikonduktor yang biasa digunakan adalah silikon dan germanium.



III. MONITOR PERORANGAN

a.    Dosimeter Saku.

Suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur dosis radiasi yang berdasarkan atas prinsip respons dari instrumen sebanding dengan energi radiasi yang diserap oleh instrumen tersebut. Biasanya menggunakan satuan mRem atau mSv. Alat ini terdiri dari bilik ionisasi dinding udara yang dilengkapi dengan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip elektroskop dimana satu bagian lengannya tetap dan satu bagian lainnya dapat bergerak bebas pada skala yang telah disiapkan pada dosimeter tersebut.

Apabila dosimeter saku “change” ini berarti kita memberi muatan positif kutub  alat elektroskop sehingga kedua  lengan tadi akan saling tolak menolak sampai lengan yang dapat bergerak bebas tadi menuju angka nol atau kalau kita lihat pada dosimeter berarti jarum menunjukkan angka nol.

Gas dalam bilik ionisasi pada dosimeter saku apabila terkena radiasi akan mengakibatkan ionisasi sehingga terjadi ion-ion positif dan negatif dalam bilik ionisasi tersebut. Ion-ion positif akan tertarik ke dinding dosimeter sedangkan ion negatif akan tertarik ke kutub dari alat elektroskop dan menetralkan/ menurunkan muatan yang ada sehingga daya tolak kedua lengan dari alat elektroskop tersebut juga semakin lemah.  Dengan melemahnya daya tolak kedua lengan tersebut berarti lengan yang dapat bergerak bebas akan bergeser. Pergeseran ini dalam skala pada dosimeter akan terlihat bergeser ke arah angka maksimum. Besarnya pergeseran pada skala dosimeter ini sebanding dengan muatan negatif yang tertarik ke kutub alat elektroskop atau dengan kata lain sebanding dengan energi radiasi yang diberikan pada proses ionisasi.



b.    Film Badge.

Suatu alat yang lazim dipergunakan sebagai personel monitoring yang terdiri dari sebuah paket yang berisi dua lempeng film dental ( untuk sinar-x atau gamma) atau tiga buah lempeng  film dental (untuk sinar - x  dan gamma, netron) yang dibungkus dalam suatu kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah plastik atau logam yang sesuai. Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang sensitif dan yang satu lagi emulsi yang kurang sensitif.

Proses yang terjadi pada pemonitor perorangan yang mempergunakan film ini sama dengan proses yang terjadi pada waktu melakukan radiografi pada bidang medis.

Prinsip dasar yang terjadi pada film badge adalah adanya kehitam-hitaman pada film. Kehitam-hitaman film tersebut yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan atau diplot pada grafik standar antara kerapatan dengan dosis. Pada umumnya minimum pencacahan hanya dapat dicapai pada dosis 0,1 mSv (10 mRem) hal ini diakibatkan pada kemampuan alat baca atau alat cacah yang dipergunakan pada laboratorium-laboratorium proses film badge.

Pengukuran dosis pda film badge didasarkan pada fakta bahwa radiasi pengion akan menyinari perak bromida yang terdapat pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan kehitaman pada film tersebut.  Tingkat kehitaman yang  juga disebut sebagai densitas optis dari film tersebut secara tepat dapat diukur dengan menggunakan densitometer fotolistrik yang pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya yang dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari film yang terkena radiasi secara kualitatif berhubungan dengan besarnya penyinaran radiasi.

Dengan perbandingan densitas optis dari film yang dikenakan oleh seseorang yang terkena radiasi terhadap densitas film yang terkena radiasi dengan jumlah yang telah diketahui, maka penyinaran terhadap film yang dikenakan oleh seseorang tersebut dapat ditentukan.

Karena adanya variasi kecil dalam emulsi yang mempengaruhi respon kuantitatifnya terhadap radiasi maka dalam hal ini satu film dalam setiap kelompoknya perlu dikalibrasi.



c.    Efek Fotografis pada Film.

Pengaruh radiasi pengion pada film fotografis adalah sama dengan pengaruh cahaya tampak pada film fotografi. Film fotografi  terdiri dari reaksi kristal AgBr. Penyerapan energi pada butir-butir AgBr menghasilkan gumpalan-gumpalan kecil logam perak yang dikatakan  sebagai bayangan laten.

Setelah melalui suatu pencucian (proses) maka akan tampak adanya perubahan kehitam-hitaman pada film yang kemudian dinyatakan sebagai perbedaan kerapatan (density). Setelah dilakukan pembacaan density dengan alat pembacanya, maka hasil pembacaan tersebut diplot pada grafik standar sehingga bisa ditentukan besarnya dosis yang diterima film.





Pada umumnya sebelum sejumlah film dikirim kepada pemakai satu atau dua film diambil dipergunakan untuk membuat grafik dengan cara menyinari film tersebut dan membaca density kemudian tergambarlah suatu grafik standard. Sering terjadi adanya penyimpangan antara penyinaran dan pembacaan film yang telah disinari, hal itu disebabkan antara lain:

1. Batas kemampuan terendah untuk mendeteksi suatu radiasi dosis rendah. Pengukuran menjadi kurang akurat, batas minimum 0,1 Sv (10 mRem) kemungkinan yang diterima lebih rendah dari 0,1 mSv (10  mrem).

2. Kesalahan bacaan yang berhubungan dengan energi.

    Kesalahan dapat timbul sebesar 10 - 20 % apabila film tidak dipergunakan pada batas jangkauan energi yang telah ditentukan. Dapat juga terjadi energi radiasi yang tidak tepat jatuh pada daerah kompensasi pada film, kemungkinan yang mencapai daerah tersebut hanya hamburannya saja, sehingga kesalahan baca dapat sangat besar.

3.   Kesalahan yang disebabkan oleh adanya pengukuran bayangan laten antara penyinaran dengan pencucian (proses). Peningkatan bayangan putih emulsi dari film cepat dapat sebagai penyebab utama suatu kesalahan . tergantung pada tipe dari emulsi film  (cepat atau lambat)  kondisi lingkungan, waktu pemakaian.

4. Kesalahan pada waktu pengukuran kerapatan.

5. Kesalahan pada waktu pencucian (proses) film.

    Pada waktu pembuatan grafis standar dengan pencucian film keadaan bahan pencuci (developer) sudah berbeda atau bahan sudah mengalami penggantian. Perbedaan waktu pencucian selama 4 menit dapat menyebabkan kesalahan sebesar 10 - 25 % perbedaan suhu 1° c, kesalahan mendeteksi 10 %.

6. Kesalahan yang disebabkan oleh kalibrasi. Kesalahan dapat mencapai  kurang lebih 5 %.

7. Kesalahan yang disebabkan oleh temperatur pada sensitivitas fitografik.

Sensitivitas emulsi film terhadap sinar-x bertambah secara linear dengan temperatur, kenaikan temperatur ,  dengan fluktuasi yang cukup besar pada pemakaian yang digunakan akan berpengaruh. Umum terjadi pada para pekerja di alam tropik yang bekerja diluar ruangan pada siang hari, dekat pemanas.

Pengaruh panas pada film baik sebelum dan sesudah penyinaran dapat mengubah pemutihan (fogging) dan adanya kehitaman.



d.      TLD BADGE (Thermoluminescence Dosimeter)

Beberapa kristal termasuk CaF2 yang menggunakan Mn sebagai pencemar (impuritas) dan LiF, memancarkan cahaya  apabila kristal-kristal tersebut dipanaskan setelah dikenai radiasi. Kristal-kristal tersebut dinamakan kristal termoluminesens (kristal pendar panas).

Penyerapan energi radiasi oleh kristal mengakibatkan timbulnya atom-atom dalam kristal sehingga menghasilkan elektron-elektron dan lubang-lubang bebas dalam kristal pendar panas. Elektron-elektron ini ditangkap oleh pemancar dalam kisi-kisi kristalin sehingga dapat menghalangi timbulnya energi dalam kristal tersebut.

Kristal-kristal yang dipanaskan melepaskan energi yang ditimbulkan sebagai cahaya. Pengukuran keluaran cahaya bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu dimana keluaran cahaya maksimum terjadi merupakan suatu ukuran energi pengikat elektron pada lobang didalam tangkapan tersebut. Jumlah cahaya yang diukur sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding dengan energi yang diserap dari radiasi pengion.

Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat pemanasan kristal pendar panas secara langsung sebanding dengan dosis radiasi yang diserap oleh kristal  tersebut.

SUMBER : http://terasradiologi.blogspot.com/2012/06/alat-ukur-radiasi.html

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS